Ada sesuatu yang hilang dari kehidupan masyarakat kota saat ini. Sesuatu yang hilang yaitu adalah keindahan langit, cahaya lampu-lampu kota telah merampas hak kerlip bintang-bintang di langit untuk menembus setiap qalbu. Sedangkan gedung-gedung yang tinggi menghalangi indahnya saat-saat matahari terbit yang penuh makna.
Mungkin hal itu adalah salah satu sebab kurang pekanya qalbu kita membaca ayat-ayat-Nya di alam. Padahal Allah SWT telah berulang kali mengingatkan kita melalui firman-firman-Nya yang menjelaskan tentang penciptaan langit dan siang dan malam itu terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya.
Seperti dalam surat berikut ini Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali 'Imran: Ayat 190-191)
Menurut salah satu riwayat, setelah ayat itu turun kepada Rasulullah SAW kemudian beliau menangis. Bilal yang menemuinya pada waktu subuh bertanya kepada Rasulullah, "Apa yang membuatmu menangis Ya Rasulullah?", kemudian menjelaskan bahwa pada malam itu turunlah ayat yang amat berat maknanya, sedangkan sedikit dari umatnya yang merenungkannya.
Mungkin banyak di antara kita yang sering membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil, tetapi hanya sebatas formalitas zikir sesudah shalat. Sehingga fenomena yang kita lihat adalah mengejar kuantitas jumlah bacaan, bahkan kadang dengan pelafalan yang kurang sempurna.
Zikir sebenarnya tidak hanya di ucapkan sesudah shalat saja, tetapi berlaku sepanjang kehidupan kita. Namun sayang, suasana kota dan kesibukanlah yang terkadang membuat kita lalai untuk selalu berzikir kepada-Nya.
Apabila setiap hari Anda di hadapkan dengan suasana kota seperti kemacetan dan gedung-gedung tinggi yang mempengaruhi suasana hati, mungkin zikir akan terus terlupakan dan berganti dengan keresahan dan kejenuhan.
Beruntunglah bila kita masih bisa menikmati langit malam yang indah ini, matikanlah lampu luar untuk sesaat dan pandangilah langit yang bertabur bintang.
Bila daerah Anda tidak terlalu parah terkena dampak polusi cahaya, maka Anda dapat menyaksikan penampakkan galaksi bima sakti yang memiliki miliyaran bintang membujur di langit. Dan sesekali mungkin akan Anda dapat menjumpai meteor yang seperti bintang jatuh.
Dalam keheningan malam, ingatlah Allah. Renungkanlah ayat-ayat-Nya yang terlukis indah di langit. Ucapan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil pada saat itu akan lebih mendalam merasuk qalbu daripada ucapan yang hanya berpacu pada hitungan biji tasbih atau jari.
Di tengah keluasan langit, maka kita akan menyadari bahwa bumi kita ini hanyalah sebuah planet mungil di antara keluarga matahari. Sedangkan matahari hanyalah sebuah bintang kecil di galaksi bima sakti.
Karena, masih banyak sekali bintang-bintang raksasa yang ukurannya ratusan juta kali lipat ukurang matahari. Ilmu modern sendiri menyebutkan bahwa galaksi sendiri hanya dihuni oleh miliyaran bintang, gas dan debu yang merupakan bahan baku pembentuk bintang-bintang baru.
Sedangkan jumlah galaksi yang ada pada alam semesta ini tidak terhitung jumlahnya. Di dalam Al Qur'an dan Hadits, sering sekali kita menemukan ungkapan tentang langit, khususnya dalam ungkapan tujuh langit. Lalu apakah hakikat langit? apakah langit biru yang ada di atas sana?
Pengetahuan modern saat ini menyebutkan bahwa langit biru terbentuk hanya karena hamburan cahaya matahari yang disebabkan oleh partikel-partikel atmosfer. Di luar atmosfer bumi, warna biru tidak ada lagi, yang ada hanyalah warna hitam dan titik-titik cahaya bintang, galaksi dan benda-benda langit lainnya.
Allah SWT berfirman:
"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: Ayat 29)
Pada artikel sebelumnya yang berjudul Dimanakah Letak Tujuh Langit Itu? kita sudah mengetahui bahwa pemahaman bilangan tujuh dalam beberapa hal di dalam Al-Quran tidak selalu menyatakan eksak dalam sistem desimal.
Hingga makna tujuh lapis langit yang di gambarkan oleh para mufassirin lama apalagi dalam kisah Isra' Mi'raj mesti di kaji ulang. Konsep tujuh lapis langit selalu mengacu pada konsep geosentrik, yaitu yang menganggap bumi sebagai pusat alam semsesta yang di lingkupi oleh lapisan-lapisan langit.
Misalnya di langit pertama ada bulan, benda langit yang bergerak tercepat sehingga disimpulkan sebagai yang paling dekat. Langit ke dua ditempati Merkurius (bintang Utarid). Venus (bintang kejora) berada di langit ke tiga.
Sedangkan matahari ada di langit ke empat. Di langit ke lima ada Mars (bintang Marikh). Di langit ke enam ada Jupiter (bintang Musytari). Langit ke tujuh ditempati Saturnus (bintang Siarah/Zuhal). Itu keyakinan lama yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta.
Di dalam Al-Qur’an ungkapan ‘tujuh’ atau ‘tujuh puluh’ sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Contoh pada surat Al-Baqarah ayat 261, disana Allah menjanjikan:
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." [QS. Al-Baqarah ayat 261]






