Monday, 23 January 2017

Rahasia Langit di dalam Al Qur'an

Ada sesuatu yang hilang dari kehidupan masyarakat kota saat ini. Sesuatu yang hilang yaitu adalah keindahan langit, cahaya lampu-lampu kota telah merampas hak kerlip bintang-bintang di langit untuk menembus setiap qalbu. Sedangkan gedung-gedung yang tinggi menghalangi indahnya saat-saat matahari terbit yang penuh makna.

Mungkin hal itu adalah salah satu sebab kurang pekanya qalbu kita membaca ayat-ayat-Nya di alam. Padahal Allah SWT telah berulang kali mengingatkan kita melalui firman-firman-Nya yang menjelaskan tentang penciptaan langit dan siang dan malam itu terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya.


Seperti dalam surat berikut ini Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali 'Imran: Ayat 190-191)

Menurut salah satu riwayat, setelah ayat itu turun kepada Rasulullah SAW kemudian beliau menangis. Bilal yang menemuinya pada waktu subuh bertanya kepada Rasulullah, "Apa yang membuatmu menangis Ya Rasulullah?", kemudian menjelaskan bahwa pada malam itu turunlah ayat yang amat berat maknanya, sedangkan sedikit dari umatnya yang merenungkannya.

Mungkin banyak di antara kita yang sering membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil, tetapi hanya sebatas formalitas zikir sesudah shalat. Sehingga fenomena yang kita lihat adalah mengejar kuantitas jumlah bacaan, bahkan kadang dengan pelafalan yang kurang sempurna.

Zikir sebenarnya tidak hanya di ucapkan sesudah shalat saja, tetapi berlaku sepanjang kehidupan kita. Namun sayang, suasana kota dan kesibukanlah yang terkadang membuat kita lalai untuk selalu berzikir kepada-Nya.

Apabila setiap hari Anda di hadapkan dengan suasana kota seperti kemacetan dan gedung-gedung tinggi yang mempengaruhi suasana hati, mungkin zikir akan terus terlupakan dan berganti dengan keresahan dan kejenuhan.

Beruntunglah bila kita masih bisa menikmati langit malam yang indah ini, matikanlah lampu luar untuk sesaat dan pandangilah langit yang bertabur bintang.

Bila daerah Anda tidak terlalu parah terkena dampak polusi cahaya, maka Anda dapat menyaksikan penampakkan galaksi bima sakti yang memiliki miliyaran bintang membujur di langit. Dan sesekali mungkin akan Anda dapat menjumpai meteor yang seperti bintang jatuh.

Dalam keheningan malam, ingatlah Allah. Renungkanlah ayat-ayat-Nya yang terlukis indah di langit. Ucapan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil pada saat itu akan lebih mendalam merasuk qalbu daripada ucapan yang hanya berpacu pada hitungan biji tasbih atau jari.

Di tengah keluasan langit, maka kita akan menyadari bahwa bumi kita ini hanyalah sebuah planet mungil di antara keluarga matahari. Sedangkan matahari hanyalah sebuah bintang kecil di galaksi bima sakti.

Karena, masih banyak sekali bintang-bintang raksasa yang ukurannya ratusan juta kali lipat ukurang matahari. Ilmu modern sendiri menyebutkan bahwa galaksi sendiri hanya dihuni oleh miliyaran bintang, gas dan debu yang merupakan bahan baku pembentuk bintang-bintang baru.

Sedangkan jumlah galaksi yang ada pada alam semesta ini tidak terhitung jumlahnya. Di dalam Al Qur'an dan Hadits, sering sekali kita menemukan ungkapan tentang langit, khususnya dalam ungkapan tujuh langit. Lalu apakah hakikat langit? apakah langit biru yang ada di atas sana?

Pengetahuan modern saat ini menyebutkan bahwa langit biru terbentuk hanya karena hamburan cahaya matahari yang disebabkan oleh partikel-partikel atmosfer. Di luar atmosfer bumi, warna biru tidak ada lagi, yang ada hanyalah warna hitam dan titik-titik cahaya bintang, galaksi dan benda-benda langit lainnya.

Allah SWT berfirman:

"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: Ayat 29)

Pada artikel sebelumnya yang berjudul Dimanakah Letak Tujuh Langit Itu? kita sudah mengetahui bahwa pemahaman bilangan tujuh dalam beberapa hal di dalam Al-Quran tidak selalu menyatakan eksak dalam sistem desimal.

Hingga makna tujuh lapis langit yang di gambarkan oleh para mufassirin lama apalagi dalam kisah Isra' Mi'raj mesti di kaji ulang. Konsep tujuh lapis langit selalu mengacu pada konsep geosentrik, yaitu yang menganggap bumi sebagai pusat alam semsesta yang di lingkupi oleh lapisan-lapisan langit.

Misalnya di langit pertama ada bulan, benda langit yang bergerak tercepat sehingga disimpulkan sebagai yang paling dekat. Langit ke dua ditempati Merkurius (bintang Utarid). Venus (bintang kejora) berada di langit ke tiga.

Sedangkan matahari ada di langit ke empat. Di langit ke lima ada Mars (bintang Marikh). Di langit ke enam ada Jupiter (bintang Musytari). Langit ke tujuh ditempati Saturnus (bintang Siarah/Zuhal). Itu keyakinan lama yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta.

Di dalam Al-Qur’an ungkapan ‘tujuh’ atau ‘tujuh puluh’ sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Contoh pada surat Al-Baqarah ayat 261, disana Allah menjanjikan:

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." [QS. Al-Baqarah ayat 261]

Dimanakah Letak Tujuh Langit Itu?

Isra' Mi'raj adalah sebuah peristiwa yang sangat penting sekali bagi umat Islam. Isra' adalah perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Haram di Mekah hingga Masjidil Aqsa di Palestina. Sedangkan Mi'raj adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW saat dinaikkan ke langit oleh Allah SWT sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi.

Semua peristiwa tersebut terjadi hanya dalam waktu satu malam saja. Peristiwa ini sangat penting sekali bagi umat Islam karena dalam peristiwa ini Rasulullah SAW mendapatkan perintah langsung dari Allah yaitu perintah melaksanakan Shalat 5 waktu bagi seluruh umat Islam sebagai bentuk ibadah kita terhadap Allah SWT.


Kisah Isra' Mi'raj ini juga di abadikan di dalam kitab suci Al-Qur'an,

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Isra': Ayat 1)

Ketika sedang Mi'raj ke Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW melihat wujud asli malaikat Jibril.

"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. An-Najm: Ayat 13-18)

Sidratul Muntaha jika di lihat secara harfiah memiliki arti 'tumbuhan sidrah yang tak terlampaui'. Sehingga hal ini melambangkan bahwa tidak ada suatu makhlukpun yang dapat melewatinya kecuali hanya dengan izin dari Allah SWT.

Ketika Mi'raj, nabi Muhammad SAW di angkat Allah hingga mencapai Sidratul Muntaha setelah melewati langit ke-7. Sebagian dari Anda pasti penasaran, dimanakah letak Sidratul Muntaha atau langit ke-7 itu?

Sekilas Tentang Kisah Isra Miraj

Di dalam beberapa Hadits Shahih disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan Isra' dan Mi'raj dengan menggunakan "Buraq". Di dalam Hadits hanya disebutkan bahwa buraq adalah 'binatang' berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Ini menunjukkan bahwa "kendaraan" yang membawa Rasulullah dan Malaikat Jibril mempunyai kecepatan tinggi.

Apakah buraq sesungguhnya? Tidak ada penjelasan yang lebih rinci. Cerita israiliyat yang menyatakan bahwa buraq itu seperti kuda bersayap berwajah wanita sama sekali tidak ada dasarnya. Sayangnya, gambaran ini sampai sekarang masih diikuti oleh sebagian masyarakat, terutama di desa-desa.

Dengan buraq itu Rasulullah melakukan Isra' dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Setelah melakukan shalat dua rakaat dan meminum susu yang ditawarkan malaikat Jibril, nabi Muhammad melanjutkan perjalanan Mi'raj ke Sidratul Muntaha.

Rasulullah dalam perjalanan Mi'raj mula-mula memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya nabi Adam yang di kanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka.

Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya nabi Isa dan nabi Yahya. Di langit ke tiga ada nabi Yusuf. nabi Idris dijumpai di langit ke empat.

Lalu nabi Muhammad SAW bertemu dengan nabi Harun di langit ke lima, nabi Musa di langit ke enam, dan nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya Baitul Makmur, tempat 70.000 malaikat shalat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.

Perjalanan di lanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam‑kalam (pena). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non‑fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (zhahir) di dunia: sungai Efrat di Iraq dan sungai Nil di Mesir.

Jibril juga mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur'an surat An‑Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya. Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah shalat wajib.

Mulanya diwajibkan shalat lima puluh kali sehari‑semalam. Atas saran nabi Musa, nabi Muhammad SAW meminta keringanan dan diberi pengurangan sepuluh‑sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam.

Nabi enggan meminta keringanan lagi, "Saya telah meminta keringanan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah." Maka Allah berfirman, "Itulah fardlu‑Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba‑Ku."

Dimanakah Tujuh Langit Itu?

Konsep tujuh lapis langit sering disalah artikan. Tidak jarang orang membayangkan langit berlapis-lapis dan berjumlah tujuh. Kisah Isra' Mi'raj dan sebutan "sab'ah samawat" (tujuh langit) di dalam Al-Qur'an sering dijadikan alasan untuk mendukung pendapat adanya tujuh lapis langit itu.

Ada tiga hal yang perlu dikaji dalam masalah ini. Dari segi sejarah, segi makna "tujuh langit", dan hakikat langit dalam kisah Isra' Mi'raj.

Sejarah Tujuh Langit

Dari segi sejarah, orang-orang dahulu (jauh sebelum Al-Qur'an diturunkan) memang berpendapat adanya tujuh lapis langit. Ini berkaitan dengan pengetahuan mereka bahwa ada tujuh benda langit utama yang jaraknya berbeda-beda.

Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan mereka atas gerakan benda-benda langit. Benda-benda langit yang lebih cepat geraknya di langit dianggap lebih dekat jaraknya. Lalu ada gambaran seolah-olah benda-benda langit itu berada pada lapisan langit yang berbeda-beda.

Di langit pertama ada bulan, benda langit yang bergerak tercepat sehingga disimpulkan sebagai yang paling dekat. Langit ke dua ditempati Merkurius (bintang Utarid). Venus (bintang kejora) berada di langit ke tiga.

Sedangkan matahari ada di langit ke empat. Di langit ke lima ada Mars (bintang Marikh). Di langit ke enam ada Jupiter (bintang Musytari). Langit ke tujuh ditempati Saturnus (bintang Siarah/Zuhal). Itu keyakinan lama yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta.

Orang-orang dahulu juga percaya bahwa ke tujuh benda-benda langit itu mempengaruhi kehidupan di bumi. Pengaruhnya bergantian dari jam ke jam dengan urutan mulai dari yang terjauh, Saturnus, sampai yang terdekat, bulan.

Karena itu hari pertama itu disebut Saturday (hari Saturnus) dalam bahasa Inggris atau Doyoubi (hari Saturnus/Dosei) dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia Saturday adalah Sabtu.

Ternyata, kalau kita menghitung hari mundur sampai tahun 1 Masehi, tanggal 1 Januari tahun 1 memang jatuh pada hari Sabtu.

Hari-hari yang lain dipengaruhi oleh benda-benda langit yang lain. Secara berurutan hari-hari itu menjadi Hari Matahari (Sunday, Ahad), Hari Bulan (Monday, Senin), Hari Mars (Selasa), Hari Merkurius (Rabu), Hari Jupiter (Kamis), dan Hari Venus (Jum’at). Itulah asal mula satu pekan menjadi tujuh hari.

Jumlah tujuh hari itu diambil juga oleh orang-orang Arab. Dalam bahasa Arab nama-nama hari disebut berdasarkan urutan: satu, dua, tiga, ..., sampai tujuh, yakni ahad, itsnaan, tsalatsah, arba'ah, khamsah, sittah, dan sab'ah.

Bahasa Indonesia mengikuti penamaan Arab ini sehingga menjadi Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, dan Sabtu. Hari ke enam disebut secara khusus, Jum'at, karena itulah penamaan yang diberikan Allah di dalam Al-Qur'an yang menunjukkan adanya kewajiban shalat Jum'at berjamaah.

Penamaan Minggu berasal dari bahasa Portugis Dominggo yang berarti hari Tuhan. Ini berdasarkan kepercayaan Kristen bahwa pada hari itu Yesus bangkit. Tetapi orang Islam tidak mempercayai hal itu, karenanya lebih menyukai pemakaian "Ahad" daripada "Minggu".

Makna Tujuh Langit

Langit (samaa’ atau samawat) di dalam Al-Qur’an berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran.

Dan lapisan‑lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda‑benda langit sama sekali tidak ada. Sedangkan warna biru bukanlah warna langit sesungguhnya. Warna biru dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh atmosfer bumi.

Di dalam Al-Qur’an ungkapan ‘tujuh’ atau ‘tujuh puluh’ sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Contoh pada surat Al-Baqarah Ayat 261, disana Allah menjanjikan:

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: Ayat 261)

Lalu pada surat Luqman Ayat 27:

"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Luqman: Ayat 27)

Jadi 'tujuh langit' semestinya dipahami pula sebagai tatanan benda‑benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan‑lapisan langit.

Tujuh langit pada Mi'raj

Kisah Isra’ Mi’raj sejak lama telah menimbulkan perdebatan soal tanggal pastinya dan apakah Nabi melakukannya dengan jasad dan ruhnya atau ruhnya saja. Demikian juga dengan hakikat langit.

Muhammad Al Banna dari Mesir menyatakan bahwa beberapa ahli tafsir berpendapat Sidratul Muntaha itu adalah Bintang Syi’ra. Tetapi sebagian lainnya, seperti Muhammad Rasyid Ridha dari Mesir, berpendapat bahwa tujuh langit dalam kisah Isra’ Mi’raj adalah langit ghaib.

Dalam kisah Mi’raj itu peristiwa lahiriah bercampur dengan peristiwa ghaib. Misalnya pertemuan dengan ruh para Nabi, melihat dua sungai di surga dan dua sungai di bumi, serta melihat Baitul Makmur, tempat ibadah para malaikat.

Jadi, nampaknya pengertian langit dalam kisah Mi’raj itu memang bukan langit lahiriah yang berisi bintang-bintang, tetapi langit ghaib.

Sumber :

Sunday, 22 January 2017

Ka'bah akan Dihancurkan di Akhir Zaman

Kita sudah banyak tahu tentang tanda-tanda akan datangnya hari kiamat, selain kemunculan Dajjal dan Nabi Isa AS, pada suatu saat nanti juga akan datang seseorang yang akan menghancurkan Ka'bah.

Siapakah orang tersebut? Seperti yang terdapat dalam banyak hadits, orang tersebut dikatakan bernama Dzussuwaiqatain. Dzussuwaiqatain adalah nama sebuah gelar yang artinya Si Pemilik Dua Betis yang Kecil.


Dzussuwaiqatain akan muncul setelah Nabi Isa dan pasukannya membinasakan Ya'juj dan Ma'juj. Mengetahui Ka'bah akan dihancurkan, Nabi Isa mengirim pasukannya untuk memerangi balatentara Dzussuwaiqatain. Mereka berkekuatan antara 700 sampai 800 orang. Namun ketika mereka berjalan, Allah mengirimkan angin sejuk dari arah negeri Yaman. Angin itu mencabut nyawa setiap orang yang beriman. Dan sisanya tinggal manusia-manusia jahat.

Jika Ka'bah dihancurkan, maka pada saat itu hari Kiamat sudah sangat dekat. Banyak hadits yang berkaitan tentang kedatangan dari Dzussuwaiqatain tersebut diantaranya,

Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya dari Abdullah ibn Umar bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Dzussuwaiqatain dari Habasyah akan menghancurkan Ka’bah, pengikutnya akan merampasnya, dan menganggalkan kain kiswahnya. Seakan-akan saya melihatnya botak dan ditinggalkan."

Kemudian dalam Shahih Bukhari dan Musnad Ahmad diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seakan-akan saya melihat Ka'bah sedang diturunkan batu demi batu."

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Dzussuwaiqatain dari Habasyah akan menghancurkan Ka'bah."

Imam Ahmad meriwayatkan pula bahwa Ibnu Abbas mengabarkan kepada perawi hadist ini, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Seakan-akan aku melihatnya, orangnya hitam, dengan congkaknya dia merobohkannya (Ka'bah) batu demi batu".

Wallahu a'lam bish-shawab. Semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita semua.

Saturday, 7 January 2017

Semua Berawal dari Kebodohan !


Manusia memang makhluk yang unik. Sesekali Al-Qur’an memuji kemuliaan mereka setinggi-tingginya, dan di ayat yang lain juga mengomentari keburukan dan kehinaan manusia. Salah satunya dalam ayat berikut ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِندَ اللّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لاَ يَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti.” (QS. Al-Anfal: Ayat 22)

Dalam ayat ini, manusia yang menutup mata dan telinga dari kebenaran disebut sebagai seburuk-buruk makhluk yang melata di muka bumi. Ya, ketika manusia menyia-nyiakan bantuan dari Allah berupa akal dan pengetahuan, maka ia akan terjatuh ke suatu kondisi yang menjadikannya lebih buruk dan lebih sesat dari binatang sekalipun.

Seorang yang tidak menggunakan petunjuk dan ilmu pengetahuan yang telah disediakan oleh Allah, maka ia akan memanfaatkan seluruh kemampuan yang ia miliki untuk keburukan. Tak heran jika kita sering terkejut melihat perilaku manusia yang begitu kejam dan sadis, bahkan binatang buas pun enggan melakukan hal itu.

Semua berawal dari kebodohan. Seperti yang terjadi di zaman kita ini, ketika banyak manusia yang jauh dari Allah bahkan amat jauh dari rasa kemanusiaan itu sendiri.

Mari kita lawan kebodohan, maka akan tercipta generasi yang cinta damai dan lebih memiliki rasa kemanusiaan.